sportsagen

one time popup

Thursday, November 20, 2014

Surabi Imut, modal Rp 50.000 kini omset Rp 10 juta sehari

Krisis ekonomi yang melanda Tanah Air tahun 1998 mengguncangkan perekonomian Indonesia. Tidak hanya perusahaan besar terimbas, usaha kecil pun ikut terguncang.

Ating Supardi, pengusaha daging kala itu, harus merelakan usahanya gulung tikar akibat krisis. Dengan lima anak yang masih perlu dibiayai, itu menjadi semangatnya untuk terus berupaya membuka usaha baru.

Dengan bermodal Rp 50.000 kala itu, Ating memberanikan diri membuka usaha makanan khas Bandung yaitu surabi di depan rumahnya.

"Awalnya di rumah. Terus bapak beranikan diri jual surabi sore. Karena kan belum ada yang jual surabi sore. Terus rata-rata yang jual surabi waktu itu nenek-nenek, waktu itu keluarga coba buka siang," kata pengelola Surabi Imut Dona Lubis kepada merdeka.com, Kamis (25/10).

Menantu pemilik Surabi Imut ini bertutur, bermodal dua varian rasa surabi yaitu surabi oncom dan surabi manis, Ating mulai membuka warung tenda sore hari di trotoar pinggir jalan Sekolah Tinggi Pariwisata NHI Geger Kalong, Bandung.

"Karena lokasinya dekat NHI, kita beranikan terima saran toppingnya macam-macam, jadi banyak gitu toppingnya. Memang kita yang pertama," kata Dona. Saat ini, Surabi Imut memiliki 54 varian rasa dengan kisaran harga Rp 3.000 hingga Rp 9.000 per surabi.




Tahun 1999 dan 2000 diakui Dona menjadi masa keemasan Surabi Imut. Kala itu, omset rata-rata per hari bisa mencapai Rp 10 juta hingga Rp 12 juta dengan jumlah pegawai mencapai 23 orang.

"Kita sudah tiga kali pindah lokasi, semua dekat NHI. Gak cuma surabi, kita juga jual pisang bakar, colenak," katanya.

Namun, keluarganya harus merasakan pahitnya persaingan. "Banyak yang sama, tapi kalau mereka yang cari rasa, insyaallah mereka akan datang ke sini. Kita berusaha mati-matian supaya konsumen kita tuh balik lagi," ungkap Dona.

Diakui perpindahan lokasi menjadi salah satu yang mempengaruhi perolehan omsetnya yang menurun hingga 80 persen, terlebih lagi lokasi yang ditempatinya dulu kini ditempati oleh sang pesaing.

Salah satu upaya yang dilakukan Dona untuk menarik kembali konsumennya adalah dengan mempertahankan kualitas rasa dan memperkecil ukuran surabi buatannya sebagai identitas usahanya yang sesuai dengan nama Surabi Imut.

"Rasa memang beda ya, bisa dirasain di surabi oncom. Kalau keju toh sama aja. Mayonnaise lah beda. Oncom itu yang bisa ngeracik cuma mama saja. Yang lain gak ada yang bisa," ujarnya

Dengan harapan bisa memiliki tempat sendiri dan kembali menerapkan konsep warung 'vintage', kini, Rumah Surabi Imoet bisa memproduksi surabi hingga 1.500 porsi per hari. "Sekarang kita masih kontrak," tutup Dona.

0 comments:

Post a Comment